Junaedy
Ditolak Penerbit, Masuk Unggulan DKJ 2012
DINILAI melelahkan dan alurnya membosankan, novel Dasamuka karya Junaedy
Setiyono, ditolak penerbit. Realitas itu membuat warga Ngapusan Purworejo ini
tak patah semangat. Ia melakukan evaluasi dan pembenahan. Penulis kelahiran
Kebumen, 16 Desember 1965 ini sadar diri, karyanya mungkin memang membosankan
dan melelahkan. “Untuk itu saya benahi degan pemikiran agar novel saya enak
dibaca dan diikuti alur ceritanya alias tidak membosankan,” kata Junaedy yang
yakin Dasamuka sarat pesan moral dan moral.
Percaya diri itu melatari suami Sri Wahyuni ini mengirimkan karyanyaitu
ke Sayembara Penulisan Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2012.
Info yan didapat, lomba tersebut diikuti 300 peserta, yang kemudian diseleksi
lagi menjadi 250 karya novel. Seleksi terakhir tersisa 20 karya novel. Akhirnya
ditetapkan hanya lima karya yang ditetapkan dewan juri: AS Laksana, Manneke
Budiman dan Helvy Tiana Rosa. Dari lima ini diambil satu pemenang utama dan
keempat lainnya pemenang unggulan. Karya Junaedy meraih kategori pemenang
unggulan. “Ada perasaan lega dinyatakan sebagai pemenang unggulan. Bagi saya,
kemenangan ini sesuatu keberuntungan semata,”
ucapnya.
Dasamuka karya dosen Program Studi Bahasa Inggris Universitas Muhammadiyah
Purworejo ini, dinilai mampu memadukan elemen tradisi dan cerita rakyat dengan
tema modern, serta penokohan yang digarap secara canggih, sehingga terjadi
jalinan serasi antara trasdisi dan
modernitas pada tatanan bentuk dan tematik.
Junaedy lewat Dasamuka mencoba mencari celah sejarah yang kosong diisi
fiksi, berdasar hasil studi. Hal in dimaksud untuk memberi pernak-pernik
sejarah agar lebih mudah dibaca dan digemari generasi muda.
Junaedy telah menulis dua novel: Glonggong (2006) dan Arumdalu (2010).
Glonggong juga diikutkan Sayembara Menulis Novel DKJ 2006 dan hanya sepuluh
besar. Arumdalu masuk 10 besar Khatulistiwa
Literary Award. (c)
#Wahyu Nur Asmani, Koran Minggu Pagi (No. 41 Minggu II Januari 2013
halaman 07)